BERSUCI MENURUT EMPAT MADZHAB
Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Madzahib Al-Fiqh wal ‘Aqidah
Yang Dibina oleh:
Zaka Al Farisi, S. Pd
Disusun Oleh :
Agus Nazmudin 0704290
Asep Muhammad Irfan 0704684
Hani Pursita 0700387
Fitri Aryani Ritonga 0705957
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring
dengan kemajuan zaman nampaknya agama islam sedikit tergoyahkan
pemikiran-pemikirannya tentang teori-teori ibadah dalam madzahib
al-fiqh. Dalam thaharah misalnya banyak sekali perbedaan yang mencolok
antara satu madzhab dengan madzhab yang lainya, sampai terdapat
pertengkaran yang bersfat argumental antara masing-masing madzhab, untuk
itu kita akan mencoba membahas dan mencari dalil-dalil yang berkaitan
didalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam Makalah ini adalah:
1. Apakah devinisi thaharah yang mencakup wudlu dan mandi?
2. Bagaimana pandangan beberapa imam madzhab dalam thaharah?
3. Seperti apa tinjauan penyusun tentang beberapa perbedaan pandangan para imam madzhab?
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah
Ada beberapa tujuan dari penyusunan Makalah ini diantaranya:
1. Mengetahui devinisi umum dan ruang lingkup thaharah.
2. Mengetahui pandangan beberapa imam madzhab dalam thaharah
1.4 Metodologi Penyusunan Makalah
Metodologi
penyusunan Makalah yang kami gunakan adalah studi pustaka yaitu dengan
mengumpulkan beberapa referensi dari buku-buku atau artikel.
1.5 Sistematika Penyusunan Makalah
Sistematika penyusunan Makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Pembahasan yang berisi
1.Thaharah
Pengertian
Pembagian thaharah
2. Wudlu
Dalil yang mewajibkan wudlu
Siapa dan kapan diwajibkan wudlu itu
Tata cara wudlu
Hal-hal yang membatalkan wudlu
Perbuatan yang disyaratkan untuk berwudlu
3. Mandi Wajib
Tata cara mandi
Yang mewajibkan mandi
4. Tinjauan penyusun
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Thaharah
a. Pengertian
Thaharah adalah kebersihan dan terbebas dari segala jenis hadats dan najis. Dalam kitab Lisanul ‘Arab disebutkan thohura thuhran wa thoharotan kata ath thuhur berarti lawan dari haidl.
b. Pembagian Thaharah
Thaharoh
menurut syariat terbagi menjadi dua bagian, yaitu thaharoh dari hadats
dengan cara berwudu dan mandi atau tayamum sebagai pengganti keduanya.
Serta thoharoh dari hubuts.
A. Wudhlu
Dalil yang mewajibkan wudlu:
ياايها الذين آمنوا إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكم و أيديكم إلى المرافق و امسحوا برئوسكم و أرجلكمإلى الكعبينز (المائدة 6)
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (al-Maidah 6)
لا يقبل اللّه صلاة بغير طهور و لا صدقة من غلول (بخارى)
Artinya: Allah SWT tidak menerima shalat seseorang tanpa bersuci serta shadaqah dari tipuan”
حديث أبى هريرة رضي الله عنه: عن رسول اللّه ص م فال: إنّ اللّه لا يقبل صلاة أحدكم إذا أحدث حتّى يتوضّأ (بخرى و مسلم)
Artinya:
Diriwayatkan dari Abi Hurairah Radliallahu‘anhu, katanya Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats sehingga
dia berwudlu”. (Bukhari dan Muslim)
2.2.2 Siapa dan kapan diwajibkan wudlu itu
Yang diwajibkan berwudlu adalh Aqil dan Baligh. Adapun waktu yang mewajibkan wudhu adalah ketika hendak mendirikan shalat.
2.2.3 Tata cara wudlu
وعن
حمران انّ عثمان رضي اللّه عنه دعا بوضوء فغسل كفّيه ثلاث مرّات ثمّ تمضمض
و استنشق و استنثر ثمّ غسل وجحه ثلاث مرّات ثمّ غسل يده اليمن حتّى ينتهي
إلى المرفق ثلاث مرّات ثمّ اليسرى مثل ذلك ثمّ مسح برأسه ثمّ غسل رجله
اليمن إلى الكعبين ثلاث مرّات ثمّ البسرى مثل ذلك ثمّ قال: رأيت رسول اللّه
ص م توضّأ نحو وضوء هذا. (متّفق عليه)
Artinya:
Dari Humran bahwa Utsman R.A. meminta air wudhu lalu ia mencuci kedua
telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air
ke dalam hidungnya lalu menghembuskannya, kemudian ia membasuh wajahnya
tiga kali, kemudian ia mencuci tangan kanannya hingga siku tiga kali,
kemidian yang kiri seperti itu, kemudian ia mengusap kepalanya, kemudian
mencuci kaki kanannya hingga mata kaki tiga kali, kemudian yang kiri
seperti itu, kemudian berkata, “Aku melihat Rasulallah SAW berwudhu
seperti wudhuku ini. (Muuttafaqu ilaihi)
Masalah 1: para ulama memperdebatkan “apakah niat termasuk syarat sah wudhu?”
Dalam hadits Rasulullah SAW : "إنّما الأعمال بالنّيات"yang artinya sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niatnya.
Imam
Maliki, Syafi’I dan Ahmad mengatakan bahwa niat disini termasuk syarat
sah wudhu alasannya adalah karena mereka memahami bahwa wudhu ini adalah
ibadah mahdah sehingga membutuhkan niat.
Imam
Hanafi mengatakan bahwa niat itu bukanlah syarat sah wudhu karena
beliau berpendapat bahwa wudhu termasuk ibadah ghairu mahdah.
Masalah 2: Hukum membasuh tangan.
Menurut Imam Syafi’I dan Imam Malik mengkatagorikan bahwa membasuh tangan itu adalah sunnah alasannya mereka memahami hadits dibawah ini tidak menunjukkan kepada perintah wajib
إذا إستيقظ أحدكم من نومه فلا يغمس يده في الإناءحتّى يغسلها ثلاثا فإنّه لا يدرى أين باتت يده (متّفق عليه و هذا الللّفظ لمسلم)
Apabila
bangun seseorang diantara kamu dri tidurnya maka janganlah ia selamkan
tangannya di bejana sebelum ia cuci tiga kali karena ia tidak tau dimana
telah bermalam tangannya. (Muttafaqun ‘Alaih, tetapi ini lafadzh
muslim)
Imam
Abu Dawud mengatakan bahwa membasuh tangan itu wajib jika orang
tersebut baru terbangun dari tidurnya karena ia memahami hadits ini
menunjkkan perintah wajib serta kata naum diartikan tidur secara umum. Baik siang atau malam.
Imam
Ahmad membedakan antara tidur malam dengan tidur siang. Jika tidur
malam berhukum wajib sedangkan tidur siang tidak wajib karena Ia
memahami bahwa kata tidur dalam hadits tersebut diartikan dengan tidur
malam saja.
Masalah 3: Hukum Istinsyak dan Madhmadhah.
Menuru Maliki, Syafi’I dan Hanafi dua perbuatan ini berhukum sunnah
Sedangkan menurut Abu Dawud dan Ibn Abu Lail kedua hal ini berhukum wajib
Dan menurut Abu Tsaur dan Abu Ubaidah Istinsyak berhukum wajib sedangkan madmadhah berhukum sunnah karena Rasulullah SAW berkata:
إذا توضّأ أحدكم فاليجعل في أنفسه ماء ثمّ الينثر
Artinya: Jika salah seorang diantara kamu berwudhu maka masukkanlah air di dalam hidungmu lalu keluarkan
Mereka
memahami bahwa istinsyak hanyalah merupakan contoh dari Rasul sedangkan
madmagha adalah contoh sekaligus perintah berdasarkan dalil di atas.
Masalah 4: Menyentuh
Syafi’i:
kalau orang yang berwudlu menyentuh wanita lain tanpa ada batas, maka
wudlunya batal, tapi kalau bukan wanita lain seperti saudara wanita,
maka wudlunya tidak batal.
Hanafi: wudlu itu tidak batal kecuali dengan menyentuh yang sentuhan itu dapat menimbulkan ereksi pada kemaluan.
Syafi’I
dan Hambali: menyentuh itu dapat membatalkan wudlu secara mutlak, baik
sentuhan dengan telapak tangan maupun dengan belakangnya.
Maliki:
ada hadits yang mereka riwayatkan yang membedakan antara menyentuh
dengan telapak tangan. Yakni, jika ia menyentuh dengan telapak (bagian
depan), maka membatalkan, tapi jika menyentuh dengan belakangnya, maka
tidak membatalkan wudlu.
Hal-hal yang membatalkan wudlu
Semua yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum. Karena tayamum adalah pengganti wudhu.
عن
أنس ابن مالك قال: كان أصحاب رسول اللّه ص م على عهده ينتظر العشاء حتّى
تخفق رئوسهم ثمّ يصلّون و لا يتوضّئون. (أخرجه أبو داود و صحّحه الدّار
قطنيّ و أصله فى مسلم)
Artinya:
Dari Anas bin Malik ia berkata, “Para sahabat Rasulullah SAW pada masa
beliau, menunggu shalat isya hingga kepala mereka mengangguk-angguk
kemudian mereka shalat dan tidak berwudhu lagi. (Abu Dawud dan
diShahihkan oleh Ad-Darul Qathni dan asalnya terdapat dalam Sahih
Muslim)
Terdapat ikhtilaf
yang berkaitan dengan hadits yang terdapat diatas, yaitu mengenai
masalah tidur itu sendiri. Adapun perbedaan ikhtilaf itu adalah :
Pertama,
bahwa tidur itu muthlak membatalkan wudlu dalam kondisi apapun,
berdasarkan dari hadits Shafwan bin Assal. Dimana dalam hadits tersebut
dikatakan bahwa Beliau menjadikan tidur secara muthlak, seperti buang
air besar dan buang air kecil dalam membatalkan wudlu. Sedangkan, dengan
redaksi bagaimanapun diriwayatkan tidak terdapat keterangan bahwa
Rasulullah Saw. membiarkan mereka atas hal itu, dan Beliau tidak melihat
mereka. Dengan demikian maka hal itu adalah perbuatan sahabat yang
tidak diketahui bagaimana ia terjadi, sedang yang dapat dijadikan hujjah
hanyalah ucapan, perbuatan, atau yang dibiarkan oleh Rasulullah Saw.
Kedua,
bahwa tidur tidak membatalkan wudlu secara muthlak berdasarkan hadits
yang telah disebutkan oleh Annas dan cerita tidurnya sahabat atas sifat
yang terjadi pada mereka. Seandainya tidur membatalkan wudlu,niscaya
Allah Swt. tidak akan membiarkan mereka atas hal itu dan akan menurunkan
wahyu kepada Rasulullah Saw. berekenaan dengannya,
Ketiga,
bahwa tidur membatalkan semuanya, hanya saja dimaafkan tidur dengan dua
kali anggukan meskipun berturut-turut, dan beberapa anggukan secara
terpisah, ini adalah Madzhab Hadawiyah. Al Khafaqah adalah miringnya
kepala karena kantuk, dan batasan satu anggukan yaitu kepala tidak tegak
hingga bangun. Barang siapa
kepalanya tidak miring dimaafkan baginya sekitar satu anggukan yaitu
hanya sekedar condongnya kepala hingga dagu sampai ke dada. Hal ini
diqiyaskan atas tidur satu anggukan. Mereka memahami hadits Annas atas
kantuk yang tidak menghilangkan kesadaran, pendapat ini tidak diragukan
lagi kejauhannya.
Keempat,
bahwa tidur tidak membetalkan wudlu dengan sendirinya tetapi hanyalah
penyebab batalnya wudlu, maka jika tidur dengan duduk dalam posisi
tenang maka tidak membatalkan dan jika tidak maka dapat membatalkan. Ini
adalah madzhab Imam Syafi’i. Ia berdalil dengan hadits Ali Radhiyallalu
‘anhu :
Artinya : “ Mata adalah pengikat dubur, maka barang siapa yang tidur hendaklah ia berwudlu.”
Hadits
ini dihasankan oleh Tirmidzi, akan tetapi pada sanadnya ada perawi yang
tidak dapat dijadikan hujjah, yaitu Baqiyah bin Al Walid, ia
meriwayatkan dengan ungkapan ‘an, ia menjadikan hadits Anas bagi tidur
dalam posisi tegak, untuk memadukan dua hadits tersebut dan membatasi
hadits Shafwan dengan hadits Ali ra ini. Ia berkata, “ Makna hadits Ali
ra bahwa tidur adalah penyebab keluarnya sesuatu tanpa terasa, maka
dengan itu, tidur membatalkan wudlu dengan sendirinya.
Kelima,
jika tertidur dalam posisi orang yang sedang shalat, ruku’, sujud,
ataupun berdiri maka wudlunya tidak batal, baik dalam shalat maupun
dikuar shalat. Maka jika tertidur dalam keadaan berbaring atau diatas
tengkuknya, wudlunya batal berdasarkan hadits ,”Apabila seorang hamba
tertidur dalam sujudnya, Allah membanggakannya dihadapan para malaikat,
Dia berkata, “Hamba-Ku, ruhnya di sisi-Ku, dan tubuhnya sujud di
hadapan-Ku.”
Keenam, bahwa batal, kecuali orang yang sedang ruku’ atau sujud.
Ketujuh, tidur tidak batal ketika dalam shalat.
Kedelapan, tidur tidak membatalkan wudlu jika sedikit, tetapi jika tidur nyenyak maka membatalkan wudlu.
Perbuatan yang disyaratkan untuk berwudlu
1. Menyentuh Al-Qur’an
Menurut
Imam Syafi’I, imam Malik, dan Abu Hanifah, bahwasannya berwudlu itu
wajib bagi yang akan menyentuh Al-Qur’an. Sedangkan Ahlu Dzohir
berpendapat bahwa boleh menyentuh Al-Qur’an tanpa berwudlu terlebih
dahulu. Sebabnya adalah dalam mengartikan kata muthahharuun, apakah bani adam ataukah malaikat. Dan apakah khobar tersebut untuk melarang atau tidak.
B. Mandi
Mandi
terbagi menjadi 2 bagian yaitu mandi ‘urfi yaitu mandi sebagaimana
umumnya dilakukan setiap orang dalam rangka membesihkan badannya untuk
menghilangkan kotoran dan keringat yang menempel. Sedangkan mandi syar’I
adalah salah satu bentuk bersuci/thaharah yang wajib dilakukan karena
hal-hal tertentu yang ditetapkan syariah.
وإن كنتم جنباَ فاطهروا
Hal-hal yang mewajibkan mandi
1. Keluarnya darah perempuan:
Ada 3 macam darah perempuan yang keluar serta mewajibkan seseorang mandi besar yaitu:
- Haidl: darah yang keluar setiap bilan secara wajar
- Isthadhah: darah penyakit
- Nifas: dara yang keluar setelah melahirkan
2. Bersetubuh
عن أبى سعيدالحدريّ رضي الله عنه قال رسول الله صلّ الله عليه وسلم:"الماء من الماء"(رواه مسلم)
Dari
Abu said Alkhudri Radiyalahu Anhu, dia berkata: “Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wai ssallam bersabda ‘air itu dari air’” (HR. Muslim lafadznya
dari Albukhori)
Masalah 1: Tata cara Wudhu
حديث عائسة قالت:كان رسول الله صلّ الله عليه وسلم إذاإغتسل من الجنابة يبدأ فيغسل بيديه ثمّ يفرغ بيمينه على شماله فيغسل فرجه، ثمّ يتوضأ وضوءه للصلاة
Para
ulama berbeda pendapat dalam merumuskan syarat mandi serta anggota
badan yang menjadi rukun mandi. Hal yang menjadi perbedaan adalah apakah
membersihkan badan dengan cara menggoskan tangan keseluruh tubuh itu
wajib atau dicukupkan dengan menyiramkan air keseluruh tubuh saja tanpa
menggosokan tangan? Mayoritas ulama dan Imam sepakat akan hal ini.
Tetapi sebagian lain tidak. Perbedaan pandangan di kalangan ulama ini
timbul dikarenakan ada beberapa ulama yang mengqiyaskan mandi dengan
wudlu sehingga berwudlu sebelum mandi tidaklah wajib dilakukan tetapi
mennggosok anggota tubuh adalah wajib. Tetapi ada pula pandangan lain
yang tidak mengqiyaskan mandi dengan dengan wudlu sehingga mandi
dicukupkan dengan mengguyurkan air saja keseluruh tubuh tanpa
menggosoknya. Keterangan ini berdasarkan hadist ummu Salamah tatkala ia
bertanya pada rasulullah tentang mandi janabatnya dan rasul menjawab
“cukuplah bagimu mengguyurkan air sebanyak 3 siangan keatas kepalamu” dan istilah ini disebut iisqootuddalki .
Masalah 2:
Pelafalan niat. Hal ini pun sama halnya dengan ikhtilaf talafudz dalam
berwudlu. Imam malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad serta Abu tsauri dan Daud
berpendapat bahwa niat adalah syarat sahnya mandi. Sedangkan Abu haifah
membolehkan mandi tanpa talaffudz niat.
Selain
itu perihal berkumur dan mmebasuh lubang hidung juga dipandang berbeda
oleh para ulama sebagaimana dipandang berbeda dalam rukun wudlu. Malik
dan Syafi’I tidak menganggap kedua hal tersebut sebagai rukun mandi.
Sedangkan abu hanifah menjadikannya dalam sebagai rukun.
Masalah 3
C. Tinjauan Penyusun terhadap bedanya pandangan para imam madzhab
Dengan
berbagai ayat dan hadits di atas sudah jelas bagi kita bahwa berwudhu
itu memang memiliki hukum wajib bagi orang-orang yang akan melakukan
shalat.
Kemudian
dalam masalah niat apakah menjadi syarat sah wudhu atau tidak. Kami
berpendapat bahwa niat merupakan syarat sah. Karena menurut kami wudhu
adalah ibadah mahdhah dan ibadah tersebut membutuhkan niat.
Pada
masalah kedua dan ketiga kami berpendapat bahwa membasuh tangan sebelum
berwudhu adalah sunnah. Begitu pula dengan Madmaghah dan Istinsyak.
karena kami berpegangan pada surat al-Maidah ayat 6 dan hadits
setelahnya tidak bermakna perintah.
Pada masalah ke empat